1/ Lir ilir lir ilir tandure wong sumilir
OO,
Wahai negeriku, bangunlah dari mimpi tak bertepi, menyudahi kemahamalasan di
sana sini, tersebab semesta telah menggelar hijaunya di atas pembaringan doa,
di bumi pertiwi, tempat kau dan aku menghitung berapa banyak buah syurga yang
telah kita petik.
2/ Tak ijo royo royo, Tak sengguh penganten anyar
Sedemikian
kariblah kau aku dengan Tuhan, Seperti sepasang kupu-kupu yang menari-nari di
atas dedaunan yang berselimutkan kabut, lalu ujungnya meneteskan doa, yang
paling suci, yang paling puisi. Tersebab begitu indahnya bumi kita, bumi yang
mempertemukan adam hawa, dan rusukku membentuk namamu, merah adalah darah, dan
putih adalah belulang, lalu kita sama sama menengadahkan doa kepada angin,
kepada laut, kepada rumput, kepada daunan, kepada batuan, kepada pohonan,
kepada hujan, kepada matahari, kepada rembulan, kepada malam; kepada Tuhan.
3/ Bocah angon bocah angon penekno blimbing kuwi
3/ Bocah angon bocah angon penekno blimbing kuwi
Oo,
wahai penggembala kata, mari kita tuliskan puisi tentang usia yang selalu pagi,
dengan lagu-lagu yang menyeru perjuangan, bukankah kita dilahirkan sebagai
pemenang?
4/ Lunyu lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro
Betatapapun
licin, curam, susah sungguh, kau dan aku semestinya tak pernah berhenti untuk
selalu menapaki jalan ini, jalan yang telah dibuat moyang kita, dengan darah
dan nanah tercecer menjadi luka sejarah.
5/ Dodotiro dodotiro kumintir bedah ing pinggir
Kemerdekaan
adalah pakaian kita, tak perlu menangisi kebodohan negeri, bersatu adalah jalan
terbaik, menutupi jubah keangkuhan yang telah terlubang di sana sini.
6/ Dondomono jrumatono kanggo seba mengko sore
Bangkitlah
negeriku, kembalilah kepada kejayaan masa lalu, saat di mana kita selalu
menembangkan cita-cita negeri, merayakan cinta yang tak pernah alpa, tersebab
lagu-lagu perjuangan menjadi lagu wajib para orang tua yang menina-bobokan
anaknya, maka dengan kekokohan jati dirilah kita akan menumpas segala nestapa,
berlalulah segala bahaya yang mengancam atap-atap rumah kita.
7/ Mumpung padang rembulane, Mumpung jembar
kalangane
Selagi
kau dan aku masih dalam cinta yang sama, dan semesta mendengar rintih doa kita,
rembulan masih juga menerangi malam-malam kita.
Selagi
kau dan aku dalam desah nafas yang sama, dalam degub jantung yang mendetakkan
cinta yang paling, selagi bibir kau dan aku melafalkan kata yang sama
;
Indonesia.
8/ Yo surak’0 surak hiyo
8/ Yo surak’0 surak hiyo
Maka,
marilah kita bersorak untuk Indonesia, negeri kau dan aku yang kan selalu
bersahaja.
Pondok Pena, 2012.
Dimas
Indiana Senja
***